Biaya Pendirian PT di Tahun 2025: Update Terbaru dan Tips Hemat!
Mendirikan Perseroan Terbatas (PT) di tahun 2025…
PT. Limbangan Brebes Solution menyediakan berbagai layanan profesional untuk membantu pengusaha mengurus legalitas bisnis mereka. Dengan pengalaman yang luas, kami memastikan setiap layanan dilakukan dengan efisien, tepat waktu, dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Berikut adalah layanan utama kami:
Tidak semua produk boleh diimpor tanpa regulasi. Pelajari aturan dan mekanisme impor terkait barang-barang yang termasuk dalam kategori Larangan dan Pembatasan (Lartas). Mekari Klikpajak menyediakan panduan komprehensif mengenai impor barang Lartas beserta peraturan terupdate untuk mempermudah proses impor Anda.
Definisi Barang Lartas
Barang Larangan dan Pembatasan (Lartas) mengacu pada komoditas yang diawasi secara ketat oleh pemerintah dan membutuhkan perizinan khusus dalam perdagangan internasional atau kegiatan lintas negara (ekspor-impor). Meski demikian, terdapat pengecualian untuk barang tertentu yang termasuk dalam kategori ini.
Kebijakan Lartas bertujuan untuk menjaga kepentingan nasional, termasuk melindungi industri lokal dan masyarakat dari produk-produk berbahaya.
Landasan hukumnya diatur dalam:
UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (sebagaimana diubah oleh UU No. 17 Tahun 2006). Permendag No. 7 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No. 36 Tahun 2023. PMK No. 141/PMK.04/2020 tentang Pengawasan Impor/Ekspor Barang Larangan dan Pembatasan.
Regulasi teknis juga ditetapkan oleh kementerian/lembaga terkait seperti Kemenperin, Kementan, KLHK, BPOM, dan Kepolisian. Ketentuan Lartas dari instansi-instansi tersebut kemudian dikordinasikan dengan Kemenkeu selaku pengelola INSW (Indonesia National Single Window).
Klasifikasi barang lartas dikelompokkan menjadi:
1. Barang bebas Lartas
2. Barang terkena Lartas
3. Barang terkena Lartas dengan pengecualian
4. Barang dibebaskan dari Lartas
Contoh barang Lartas mencakup:
Detail daftar barang Lartas dapat dilihat dalam Lampiran I Permendag No. 36/2023:
Ketentuan dan Penanganan Barang Lartas
Importir wajib memperoleh persetujuan dari Kemendag sebelum barang masuk ke Daerah Pabean. Bea Cukai akan memverifikasi HS Code dan dokumen pendukung. Jika ditemukan ketidaksesuaian, barang dapat ditahan atau disita, dengan sanksi mulai dari denda hingga pidana.
Lartas yang kami bisa kerjakan sebagai berikut:
1. Persetujuan Impor (PI) Besi atau Baja, Baja Paduan, dan Produk Turunannya
2. Persetujuan Impor (PI) Kehutanan
3. Persetujuan Impor (PI) Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
4. Persetujuan Impor (PI) Pakaian Jadi dan Aksesori Pakaian Jadi
5. Persetujuan Impor (PI) Pakaian Jadi dan Aksesori Pakaian Jadi
6. Persetujuan Impor (PI) Kosmetik dan PKRT
Indonesia terus menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan mengupayakan pemberian fasilitas investasi yang menarik untuk calon investor agar turut berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu fasilitas yang ditawarkan adalah insentif fiskal pembebasan biaya masuk atau yang biasa dikenal dengan Masterlist. Bagi investor, pemberian fasilitas ini merupakan bentuk dukungan pemerintah yang dapat membantu meningkatkan daya saing perusahaan mereka.
Dalam tahapan awal perealisasian investasi, aktivitas impor giat dilakukan perusahaan untuk mendukung keberjalanan investasi, dimulai dari impor mesin hingga bahan baku. Dengan demikian, fasilitas Masterlist menjadi salah satu fasilitas yang diharapkan oleh Perusahaan untuk dapat dimanfaatkan. Pengertian, pengajuan, dan syarat Masterlist sudah diatur dalam PMK No.176/PMK.011/2009 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Mesin Serta Barang dan Bahan untuk Pembangunan atau Pengembangan Industri dalam Rangka Penanaman Modal. Menurut PMK tersebut, Fasilitas pembebasan bea masuk atau Masterlist diberikan atas impor mesin, barang, dan bahan yang dilakukan oleh Perusahaan yang melaksanakan pembangunan atau pengembangan industri dalam rangka penanaman modal untuk kegiatan usaha di bidang industri yang menghasilkan barang, dan/atau menghasilkan jasa yang telah ditetapkan pada PMK tersebut.
Untuk dapat memanfaatkan fasilitas Masterlist, perusahaan harus melalui beberapa prosedur pengajuan kepada Kementerian Investasi/BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) yang sudah ditetapkan sebagai berikut:
Setelah fasilitas Masterlist diberikan dibuktikan dengan keluarnya SKEP Masterlist kepada perusahaan, langkah selanjutnya yang perlu diperhatikan oleh Perusahaan adalah proses audit untuk memastikan bahwa fasilitas yang diberikan benar-benar digunakan sesuai dengan peruntukannya. Audit Fasilitas Pembebasan Bea Masuk menjadi ruang lingkup Direktorat Jenderal Bea Cukai untuk memeriksa mengenai realisasi impor yang dilakukan oleh Perusahaan. Adapun hal-hal yang diperiksa oleh Bea Cukai diantaranya:
Pada intinya, Fasilitas Masterlist diberikan oleh Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan perusahaan dalam perealisasian Investasi yang dampaknya dapat memberikan kontribusi kepada negara. Harapannya, dalam pelaksanaannya kedua belah pihak baik Pemerintah dan Perusahaan dapat saling bekerja sama untuk mematuhi aturan dan mencapai tujuan bersama.
Dalam upaya meningkatkan kemudahan berusaha, pemerintah menyediakan fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk impor barang-barang strategis tertentu, khususnya mesin dan peralatan pabrik. Fasilitas ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 115/PMK.03/2021.
Untuk mendapatkan fasilitas pembebasan PPN ini, wajib pajak perlu memperoleh Surat Keterangan Bebas (SKB) PPN terlebih dahulu. SKB PPN diberikan kepada Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memproduksi Barang Kena Pajak (BKP), seperti pemilik proyek atau penyedia jasa EPC.
Mesin dan peralatan pabrik yang dimaksud adalah perangkat yang digunakan langsung dalam proses produksi BKP, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas. Termasuk juga perangkat yang diimpor oleh pihak pelaksana konstruksi terintegrasi, namun tidak termasuk suku cadang.
Kriteria mesin dan peralatan pabrik yang memenuhi syarat meliputi:
Untuk mendapatkan fasilitas ini, wajib pajak harus melampirkan Rencana Kebutuhan Impor dan Perolehan (RKIP) yang telah disetujui sebelum pengajuan dokumen pabean atau penyerahan barang dilakukan.
PKP juga harus memiliki masterlist yang diterbitkan berdasarkan permohonan fasilitas pembebasan bea masuk melalui sistem BKPM. Setelah mendapatkan masterlist, PKP dapat mengajukan permohonan SKB PPN kepada Ditjen Pajak melalui Sistem Indonesia National Single Window (SINSW).
Persyaratan tambahan yang harus dipenuhi PKP antara lain:
Saat mengajukan permohonan SKB PPN, wajib pajak perlu mengisi informasi antara lain:
Jika impor dilakukan oleh penyedia pekerjaan EPC, perlu melampirkan informasi nama dan NPWP penyedia tersebut. Semua informasi ini harus disampaikan saat pengajuan permohonan pembebasan bea masuk.
Ditjen Pajak akan menerbitkan SKB PPN beserta RKIP yang disetujui secara otomatis melalui SINSW jika persyaratan terpenuhi. SKB PPN berlaku hingga batas waktu berlakunya masterlist.
Definisi Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 Impor
Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor (SKB PPh Pasal 22 Impor) adalah dokumen resmi yang membebaskan Wajib Pajak dari kewajiban pemotongan pajak untuk penghasilan tertentu. Berdasarkan UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh 22 impor merupakan pemotongan pajak yang dikenakan kepada Wajib Pajak yang melakukan aktivitas impor barang. Objek pajak dalam ketentuan ini adalah barang-barang yang memberikan keuntungan bagi pihak pembeli dan penjual.
PPh pasal 22 impor juga diberlakukan pada wajib pajak badan yang memperdagangkan barang mewah, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2019 yang merupakan perubahan kedua dari PMK No. 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari transaksi penjualan barang yang termasuk kategori sangat mewah. Cakupan objek pajak PPh pasal 22 meliputi barang impor, pembelian barang oleh pemerintah, semen, baja, kertas, produk otomotif, serta pembelian barang mewah yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 90/PMK.03/2016.
Siapa Saja Yang Diberikan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22?
Insentif pajak berupa pembebasan pemungutan PPh Pasal 22 impor diberikan kepada 132 KLU (Klasifikasi Lapangan Usaha) tertentu. Perusahaan yang memperoleh fasilitas pembebasan ini termasuk perusahaan KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor) atau perusahaan yang berlokasi di kawasan berikat.
Mekanisme pemungutan PPh Pasal 22 impor dilaksanakan oleh Bank Devisa atau DJBC (Direktorat Jenderal Bea dan Cukai) ketika Wajib Pajak melakukan kegiatan importasi barang. Dengan adanya fasilitas insentif ini, perusahaan yang memenuhi klasifikasi yang ditentukan dapat melakukan kegiatan impor tanpa dikenakan pajak penghasilan pasal 22 impor.
Pengecualian dari pungutan PPh Pasal 22 (baik untuk impor maupun belanja negara) hanya berlaku bagi individu, instansi, badan atau wajib pajak yang dapat menunjukkan surat keterangan bebas PPh Pasal 22. Dengan demikian, mereka tidak dikenakan pungutan PPh Pasal 22 atas barang impor yang dimasukkan dan pembayaran yang diterima dari belanja negara, baik APBD maupun APBN.
Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 tersebut diberikan kepada:
Syarat Mengajukan Pembebasan Pajak PPh Pasal 22 Impor
Berdasarkan Pasal 9 Ayat 3 PMK Nomor 4 Tahun 2020, yaitu perusahaan yang bisa mengajukan pembebasan pajak penghasilan PPh Pasal 22 Impor adalah sebagai berikut:
Tara Cara Pengajuan Pembebasan PPH Pasal 22 Impor
Pengajuan Diterima atau Ditolaknya Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 Impor
Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) akan mengeluarkan Surat Keterangan Bebas (SKB) atas pemungutan PPh Pasal 22 Impor apabila syarat-syarat yang ditentukan telah dipenuhi. Sebaliknya, apabila wajib pajak tidak memenuhi persyaratan yang berlaku, maka akan diterbitkan Surat Penolakan.
Setelah memperoleh pembebasan PPh Pasal 22 Impor, wajib pajak berkewajiban untuk menyampaikan laporan realisasi pembebasan tersebut setiap bulan melalui laman http://www.pajak.go.id, paling lambat tanggal 20 di bulan berikutnya setelah akhir masa pajak.
Masa berlaku pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor dimulai sejak tanggal diterbitkannya Surat Keterangan Bebas. Namun, apabila terjadi perubahan dalam Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) wajib pajak dan kode KLU yang baru tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 ayat 3, maka SKB PPh 22 Impor yang sudah diterbitkan menjadi tidak berlaku, terhitung sejak tanggal perubahan KLU tersebut.
Badan Pemungut PPh Pasal 22
Pada tanggal 31 Desember 1983, Menteri Keuangan mengeluarkan Keputusan Nomor 965/KMK.04/1983 yang merujuk pada Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan tahun 1984. Keputusan ini menetapkan sejumlah instansi tertentu sebagai pemungut pajak atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak dari kegiatan usaha, serta mengatur dasar pemungutan, tarif, dan tata cara pelaksanaannya. Instansi yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 meliputi:
Adapun dasar pengenaan pajak (DPP) untuk PPh Pasal 22 mencakup:
Tarif PPh 22 Impor
Besaran Pungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
Pengertian nilai impor adalah nilai dalam bentuk uang yang digunakan sebagai dasar perhitungan Bea Masuk, yakni nilai CIF (Cost, Insurance, and Freight) yang ditambah Bea Masuk serta pungutan lain sesuai ketentuan peraturan kepabeanan.
Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif PPh Pasal 22 sebesar 100% lebih tinggi dibanding tarif normal yang berlaku bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP, dan ketentuan ini berlaku untuk pungutan yang bersifat tidak final.
Namun demikian, berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-09/PJ/2019 yang ditetapkan pada 19 Juni 2019 tentang Tata Cara Pembatalan dan Pencabutan Surat Keterangan PPh berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018, pemerintah mencabut Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER–32/PJ/2013. Peraturan lama tersebut sebelumnya mengatur tata cara pembebasan pemotongan atau pemungutan PPh bagi Wajib Pajak dengan penghasilan usaha tertentu berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013.
Kawasan Berikat adalah suatu bangunan, area, atau zona yang memiliki batas-batas tertentu, di mana di dalamnya dilakukan berbagai aktivitas seperti pengolahan industri, perancangan, rekayasa, penyortiran, pemeriksaan awal dan akhir, serta pengemasan terhadap barang atau bahan yang berasal dari impor maupun dari wilayah lain dalam Daerah Pabean Indonesia (DPIL), dengan hasil produksi yang umumnya ditujukan untuk ekspor.
Dalam kondisi tertentu, mesin yang berada di Kawasan Berikat dapat dikeluarkan, misalnya untuk dipinjamkan ke pelaku usaha lain dalam Kawasan Berikat atau untuk keperluan subkontrak di wilayah lain dalam Daerah Pabean Indonesia. Mesin yang dipinjamkan ke subkontraktor di wilayah lain dalam negeri diberikan jangka waktu peminjaman selama 12 bulan dan dapat diperpanjang hingga dua kali 12 bulan. Untuk keperluan ini, harus diserahkan jaminan sebagai bentuk pengamanan terhadap hak-hak negara yang masih berlaku.
Apabila mesin atau peralatan pabrik dikeluarkan ke wilayah Daerah Pabean Indonesia lainnya untuk keperluan perbaikan atau reparasi, maka jangka waktu yang diberikan adalah 12 bulan dengan tetap disertai jaminan.
Tujuan pembentukan kawasan berikat :
Untuk melaksanakan tujuan tersebut di atas, pemerintah memberikan kemudahan-kemudahan, seperti :
Pemasukan barang modal/peralatan pabrik/barang/bahan baku ke dalam kawasan berikat dapat dilakukan dari :
Dokumen pelindung perpindahan (overbrengen) barang dari satu tempat ke tempat lainnya adalah :
Untuk pengeluaran hasil olahan yang berasal dari Pengusaha Dalam Kawasan Berikat dapat dilakukan untuk tujuan :
Kawasan berikat memberikan kemudahan bagi badan hukum atau pengusaha-pengusaha yang bergerak di bidang :
Dalam menjalankan kegiatannya, Pengusaha Dalam Kawasan Berikat berkewajiban untuk :
Pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Sementara atau Kawasan Pabean dengan tujuan untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat, dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean yang diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai yang mengawasi Tempat Penimbunan Berikat.
Persetujuan pengeluaran barang diberikan oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di pelabuhan/tempat pembongkaran/penimbunan barang. Petugas Bea dan Cukai setempat akan memeriksa persyaratan sesuai dengan ketentuan pengeluaran untuk tujuan Tempat Penimbunan Berikat.
Jika Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) / Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) yang merangkap sebagai PDKB/Pengusaha Pada Gudang Berikat (PPGB)/Penyelenggara Gudang Berikat (PGB) yang merangkap sebagai PPGB dan Penyelenggara Entreport untuk Tujuan Pameran (PETP).
Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) merupakan perlakuan kepada barang impor atau barang rakitan yang akan diekspor dan dapat diberikan keringanan bea masuk. KITE merupakan kebijakan dari Menteri Keuangan yang pelaksanaannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai.
Syarat Menjadi Wajib Pajak KITE
Fasilitas KITE ini diberikan kepada perusahaan yang disebut wajib pajak KITE. Untuk menjadi wajib pajak KITE dan mendapatkan kemudahan di bidang ekspor impor ini, perusahaan harus memenuhi persyaratan seperti:
Setelah memenuhi semua syarat, perusahaan Anda juga harus mengajukan permohonan kepada kepala Kantor Wilayah atau KPU yang mengawasi lokasi kegiatan usaha.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa, Kemudahan Impor Tujuan Ekspor diperuntukkan bagi badan usaha industri manufaktur yang berorientasi ekspor dan telah memiliki NIPER (Nomor Induk Perusahaan). Lebih lanjut fasilitas KITE diatur dalam pasal 26 Undang-undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 10 tentang Kepabeanan.Fasilitas ini juga mempengaruhi sisi perpajakan. Melalui fasilitas ini, pemerintah mempermudah alur impor bahan baku untuk produksi barang jadi yang kemudian akan diekspor.
Jenis Fasilitas KITE
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari laman Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, fasilitas KITE dibagi menjadi 2 jenis:
1) Fasilitas pembebasan bea masuk dan PPN Impor tidak dipungut atas impor bahan baku untuk diolah dirakit, dipasang, dan hasil produksinya di ekspor.
2) Fasilitas pengembalian bea masuk atas impor bahan baku untuk dirakit, diolah, dipasang dan hasil produksinya diekspor. Bea masuk yang dimaksud di sini adalah bea tambahan seperti bea masuk pembalasan, bea masuk anti dumping, bea safeguard dan bea masuk imbalan.
Penerapan KITE Sehubungan Covid-19
Sehubungan dengan Covid-19, pemerintah memberikan insentif tambahan kepada perusahaan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE). Fasilitas ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 31/PMK.04/2020 yang telah diundangkan per 13 April lalu.
Dalam kebijakan terbaru ini pemasukan barang dari dalam negeri untuk diolah menjadi komoditas ekspor tidak lagi dikenakan PPN, PPnBM dan bea masuk.
Perusahaan yang telah menjadi wajib pajak KITE juga diizinkan untuk melakukan penyerahan hasil produksi untuk diolah dengan hasil produksi dari kawasan berikat.
Tidak hanya wajib pajak KITE, namun kebijakan ini juga dikenakan pada wajib pajak yang mendapat fasilitas KITE IKM (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil Menengah).
Fasilitas KITE IKM merupakan fasilitas kemudahan pembebasan bea masuk, PPN serta PPnBM terutang tidak dipungut, termasuk bahan pengemas maupun mesin untuk keperluan pengolahan barang yang akan diekspor untuk penyerahan produksi industri kecil menengah.
Pemberian fasilitas ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi para pengusaha yang menjalankan bisnisnya di tengah pandemi Covid-19.
Melalui fasilitas ini para pengusaha diharapkan akan mendapat berbagai manfaat seperti:
Mendirikan Perseroan Terbatas (PT) di tahun 2025…
Mendirikan Perseroan Terbatas (PT) adalah langkah penting…
Mendirikan Perseroan Terbatas (PT) di tahun 2025…
Mendirikan Perseroan Terbatas (PT) adalah langkah strategis…
Mendirikan Perseroan Terbatas (PT) adalah langkah penting…